ELASTISITAS BESI MENGHADAPI COBAAN
Oleh : Arif Alfatah As Srageny
(Guru Fisika MA Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta)
Ramadhan hari keenam, elastisitas benda kita jadikan pembahasan. Ilmu pengetahuan sering kali menemukan titik temu dengan nilai-nilai religius yang tertuang dalam kitab suci. Salah satu konsep ilmiah yang menarik untuk dianalisis dalam konteks pemaknaan adalah elastisitas, konsep ini dapat ditemukan dalam pemanfaatan besi serta perumpamaan tentang kelemahan dan kekuatan struktur bangunan sosial.
Dalam ilmu fisika, elastisitas merupakan sifat suatu bahan yang bisa kembali ke bentuk asal setelah mengalami perubahan (deformasi) akibat gaya/tekanan luar. Besi, sebagai salah satu bahan yang memiliki elastisitas tertentu, sering digunakan dalam struktur bangunan dan industri.
Beberapa konsep penting dalam elastisitas antara lain; Modulus Elastisitas (Modulus Young) yaitu ketentuan seberapa mudah suatu bahan kembali ke bentuk awalnya, Batas Elastisitas yaitu suatu titik acuan ketika gaya yang diberikan melebihi batas elastisitas sehingga benda akan mengalami deformasi permanen (plastis), dan Hukum Hooke yaitu gaya pemulih dalam benda elastis sebanding dengan perubahan bentuknya.
Dalam kehidupan sehari-hari, elastisitas dapat ditemukan dalam struktur bangunan, jembatan, kendaraan, persenjataan, hingga benda-benda yang membutuhkan daya tahan tinggi tetapi tetap fleksibel (luwes).
Besi sebagai Ayat Kauniyah-Nya:
"Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman), 'Wahai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah bersama dia, dan Kami telah melunakkan besi untuknya.'" (QS. Saba’ : 10)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa Alloh memberikan kemampuan melunakkan besi kepada Nabi Daud. Dalam sains, pelunakan besi bisa dikaitkan dengan perubahan sifat elastisnya, yaitu membuatnya lebih luwes untuk dibentuk, tetapi tetap kuat dalam fungsi mekanisnya. Ini menunjukkan bahwa besi tidak hanya tentang kekerasan dan ketegasan, tetapi juga kemampuan beradaptasi, seperti elastisitas dalam fisika.
Sementara itu…
"Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Alloh adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba, kalau mereka mengetahui." (QS. Al Ankabut: 41)
Ayat ini mengajarkan bahwa suatu struktur yang lemah (seperti sarang laba-laba) tidak memiliki elastisitas dan ketahanan yang cukup untuk menghadapi tekanan. Ini berlawanan dengan sifat besi yang elastis, yang dapat menghadapi tekanan tetapi tetap mampu kembali ke bentuk semula. Dalam konteks sosial, masyarakat atau individu yang tidak memiliki ketahanan spiritual yang kuat akan mudah hancur saat diuji.
Sebuah Analogi dalam Kehidupan Sosial – Religius
Seperti besi yang bisa dikeraskan atau dilunakkan, iman manusia juga memiliki sifat elastis. Orang yang memiliki iman yang elastis tidak mudah patah oleh cobaan, tetapi juga tidak terlalu kaku hingga menjadi fanatik berlebihan (ghuluw). Rasululloh Sholalllohu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
"Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang ghuluw dalam beragama melainkan ia akan dikalahkan (menjadi lelah dan menyerah)." (HR. Bukhari)
Hadits ini menggambarkan bahwa seseorang harus memiliki “elastisitas dalam beragama”, tidak terlalu longgar hingga kehilangan esensi, tetapi juga tidak ghuluw hingga sulit menerima realitas. Dalam fenomena sosial, masyarakat yang memiliki ketahanan tinggi mirip dengan besi yang elastis. Mereka mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan nilai inti mereka.
Sebaliknya, masyarakat yang terlalu kaku terhadap perubahan akan mudah "patah" ketika menghadapi tekanan globalisasi dan modernisasi. Sementara masyarakat yang terlalu lunak tanpa batasan juga akan kehilangan jati diri. Seperti dalam elastisitas, keseimbangan antara kekuatan dan keluwesan adalah kunci.
Elastisitas juga menggambarkan ketahanan mental individu dalam menghadapi kesulitan. Orang yang memiliki mental elastis akan mampu bangkit setelah mengalami kegagalan. Sebagaimana besi dalam QS. Saba' ayat 10 yang dilunakkan untuk kemaslahatan umat, demikian pula manusia yang perlu memiliki “keluwesan” dalam beragama dan bersosialisasi. Namun, seperti dalam QS. Al Ankabut ayat 41, tanpa fondasi yang kuat, struktur kehidupan sosial dan spiritual bisa rapuh seperti sarang laba-laba.
Dengan memahami konsep elastisitas ini, kita diharapkan dapat menjadi individu yang lebih tangguh, luwes, dan siap menghadapi tantangan kehidupan tanpa kehilangan esensi nilai-nilai spiritual.
============================
Ngabuburit Tadabur Ayat Semesta
Dari Tepian Lembah Ngosit Barat Laut Jogja
Kemis Pahing, 6 Ramadhan 1446 H - 6 Maret 2025 M