Namaku Tetha

0

 NAMAKU TETHA

Parwiti

 

Hari ini adalah hari  yang paling dinantikan oleh seluruh siswa khususnya siswa kelas 3 SLA. Perjuangan selama 3 tahun yang diwarnai suka duka, kegalauan keceriaan canda dan tawa akan di buka lebar. Ada yang menyambutnya dengan sedih, ada juga yang tanpa ekspresi namun ada juga siswa yang menyambut dengan penuh antusias kebahagiaan karena sebuah keyakinan pasti lulus, bukan sekedar lulus saja tapi dipastikan lulus dengan nilai terbaiknya. Yaahh dia itu adalah aku ... karena namaku TETHA ... ”Benarkan Ibu? Terimakasih yang setinggi-tingginya atas bimbingan dan cintamu Ibuku..Ibu Wali kelasku terbaik ....”

Sepotong kertas kecil terikat pada setangkai mawar merah merona segar lengkap dengan pita kuning orange yang sangat kontras pagi itu telah dengan manis berada diatas mejaku. Sesaat sempat membuatku terpana karena ini diluar adat kebiasaan, namun setelah ada tulisana Tetha, mengertilah aku, bunga mawar ini ditujukan untuku, ibu penggantinya ketika di sekolah. Aku mengajar di sini sudah lebih dari 5 tahun, menemui siswa dengan berbagai karakter, sikap dan perilaku yang sangat bervariasi dan kompleks. Seiring perkembangan mental dan fisik mereka maka cara menyikapi dan menghadapi kehadiran mereka pun harus dengan cara tersendiri agar semua merasakan indahnya berada di sekolah idola mereka. Aku mengajar mata pelajaran yang menurut sebagian besar anak menganggap pelajaran yang lumayan sulit yaitu fisika.

Di sekolah inilah aku berusaha keras untuk membangun chemistry dengan harmonis diantara guru maupun siswa dan karyawan. Satu diantaranya Tetha. Saya mengenal Tetha di awal tahun ajaran baru ketika dia masuk kelas 3. Dia seorang gadis remaja yang mulai tumbuh cantik dengan mata berbinar dan kecerdasan yang tinggi, ekonomi berkecukupan, supel dan di sukai semua temanya. Menyadari semua yang dia punya inilah yang mungkin menyebabkan ada sikap sombong dalam dirinya. Sering tidak mengerjakan tugas adalah sesuatu yang biasa, apalagi tugas sosial seperti piket kelas. Sebagai seorang Ibu sekaligus pendidik aku berusaha keras untuk mengikis sikap ini. Dan ini merupakan tantangan tersendiri karena di belakang anak tersebut didukung sekelompok tim yang dia namakan “RANI”.

Pagi itu, Selasa pukul 09.20 ketika tengah mengoreksi tugas rumah siswa tiba-tiba terdengar salam,” Assalamu’alaikum” serentak satu ruang kelas menoleh mengamatispontan menjawab arah datangnya suara itu dengan, “Wa’alaikumsalam”. 

Sesaat terdengar suara-suara ceracau beberapa siswa. Kuhentikan langkah kaki beberapa siswa putri tersebut, kutanya,Kalian dari mana?”

Spontan dengan ringan mereka menjawab, ”Dari kantin Bu.

Ada juga yang menjawab “dari belakang Bu”.

Kupandang ke empat gadis kecil itu satu persatu tanpa sepatah kata pun. Ditengah keheningan itulah Tetha nyeletuk, “Ayo teman -teman, duduk semua.

            Ke tiga temanya itu pun langsung duduk di kursi masing- masing. Tinggalah Tetha yang berdiri di depanku. Dengan sedikit membungkuk dia berkata, ”Jika ibu mau menghukum, hukum saja saya, karena saya yang mengajak mereka ke kantin.

            Dari hati kecil sebenarnya anak ini mengagumkan, mampu melindungi teman-temannya disaat kritis. Berani sekali anak ini, pikirku. Tanpa basa-basi kujawab singkat, “Bawa ke sini tugas kalian.

            Dengan gelagapan Tetha menjawab, ”Lupa Buk, kemarin pulang sekolah ikut ektra ....” kalimat ini sudah yang ke tiga kalinya kudengar.

            “Nanti jam istirahat, ikut Ibuk ke kantor, sekarang kamu boleh keluar.” Kalimat terakhir ini ternyata mampu membuat anak ini bergetar, Tetha hanya diam, kaget, dan terbengong dengan perkataanku.

            Aku tidak membencinya, anak ini cukup cerdas, semangatnya tinggi, memiliki daya tarik tersendiri, tapi sering bersikap semaunya sendiri, itulah cerita rumor yang beredar di antara kalangan guru yang mengajar kelas ini.

 Di dalam kantor, ruang guru yang tidak terlalu luas, cuaca cukup panas. Berbekal dengan keyakinan dan tekad bulat, aku akan mengubah ke empat gadis kecilku Tetha dengan tim Rani nya menjadi empat gadis gadis teladan kebangganku, kebanggaan kelasku dan kebanggan sekolah ini. Kupandangi ke empat gadis kecil di depanku ini, kusajikan empat botol kecil air mineral untuk mereka, kupersilahkan untuk minum, dan kutinggalkan berempat untuk tetap diam di dalam ruang guru sementara aku harus berada di kelas yang berbeda.

Aku berharap banyak dengan kutinggal sendiri dalam ruang akan memberikan efek positip untuk mereka. Dua jam pelajaran penuh mereka tidak keluar ruang seperti biasanya yang selalu berkeliling kelas hampir tiada henti, ramai dengan semua kelakar dan ocehanya.. Ketika aku kembali ke ruangan dimana aku meninggalkan keempat gadis kecil Tetha dan kawan-kawan kudapati ruangan itu tetep sepi hanya ada mereka berempat dan seorang guru lain yang sedang mengoreksi pekerjaan siswa.

 Kusapa mereka, “Rani cantik, bagaimana dengan penawaran Ibu? Sudah kalian pikirkan bukan?”

 Mereka diam dan akhirnya Tetha yang mulai pinpin bicara, “ Ibu, setelah kami renungkan kami sepakat dengan penawaran Ibu, pertama kami akan memnuhi semua tugas-tugas dari Bapak dan Ibu Guru serta kami siap mengikuti bimbingan Ibu.Tanpa berucap, dengan senyum kuhampiri mereka berempat, kepeluk dengan kedua tanganku, kurengkuh agar semakin dekat di hati.

Hari demi hari kutunggu proses mekarnya bunga lili kecil, kutunggu proses perubahan yang dijanjikan keempat gadis kecil itu. Hari ini aku melihatnya mereka masih beterbangan keliling sekolah, masih menari ke sana ke sini tanpa kekhawatiaran apa pun. Akhirnya seminggu pun berlalu, tanpa ada perubahan apa pun! Hati kecilku teriris. Berontak kupanggil lagi mereka setelah sekali lagi tidak mengerjakan tugas sebagaimana yang dijanjikan, kusiapkan sebuah catatan kecil di bukuku agar mereka bisa menandatanganinya.

Ternyata metode ini lumayan manjur, kini ketertiban mulai tumbuh, walaupun awalnya harus dipaksakan namun tak apalah semua untuk kebaikan mereka. Dan setelah ini, perubahan itu makin nyata, sedikit demi sedikit, hari ke hari,  minggu ke minggu dan bulan ke bulan, keempat gadi kecilku itu makin kompak. Makin semangat dan menebarkan motivasi untuk berprestasi di setiap hari. Di tangan mereka, kelas itu menjadi sangat tertib, tidak ada lagi hura-hura dan ajakan-ajakan keluar kelas alias bolos menghindari salah satu pelajaran.

Sampai suatu hari “Tetha” datang menemuiku untuk sekedar mengeluarkan unek-unek yang mereka rasakan, meraka pendam selama ini..

“Ibu, awalnya aku menyukai pelajaran IPA khususnya biologi dan fisika, namun di akhir masa sekolah SMP guru IPA ku pindah dan akhirnya di ganti guru baru yang sama sekali berbeda baik cara mengajarnya, menyampaikan materinya maupun dalam memberikan nilai ulangan kami. Guru baruku itu sering sekali salah membuat contoh-contoh penyelesaian soal, salah jawaban bahkan beberapa kali menghapus jawaban yang ditulisnya di papan tulis karena salah dan sering marah juga, terus  selalu memberi kami tugas yang banyak. Pak guru itu ketika mau ngajar, masuk kelas  kemudian mengucapkan salam, mengabsen dan langsung menuju papan tulis, menuliskan rumus-rumus tanpa kita tau asal-usulnya.”.

Kulihat Tetha diam sejenak, kemudian, “Ibu, aku menerima tawaran Ibu untuk mengikuti kompetisi sains bulan depan, mohon bimbinganya dan doa ibu untuku agar aku bisa membuktikan bahwa aku patut membawa nama sekolah kita.” Kalau ada halilintar di siang bolong, inilah halilintar itu!

Hari demi hari setiap pulang sekolah atau di setiap ada kesempatan, Tetha kecilku selalu memanfaatkan waktu untuk mengasah olah ketajaman materi. Aku salut dengan kegigihanya, salut dengan motivasinya, tak kenal lelah. Dan hari yang di janjikan itu pun tiba. Sebuah perjuangan berat melawan rival yang tangguh. Tetha hadir mengisi hati dengan segenggam harapan akan sebuah prestasi. Mulai penyisihan babak regional dan sampai ke tingkat nasional. Meskipunbukan yang terbaik, tapi Tetha telah membuktikan dirinya menjadi yang terbaik.



+==============================================================

Penulis

Nama Lengkap:   Dra. PARWITI, M.Pd.Si. 

Tempat/tgl lahir:    Yogyakarta, 07 November 1964   

Pendidikan       :    S1 Jurusan Pendidikan  Fisika  - IKIP Sanata Dharma Yogyakarta -  S2 Pasca Sarjana Pendidikan Fisika UAD Yogyakarta

Unit Kerja               :    MAN 3 Bantul

Lahir di Yogyakarta bulan November Tahun 1964 dari pasangan sederhana. Lahir dari seorang ibu rumahtangga dan ayah yang bekerja di TNI AD. Sebagai seorang ABRI ayah bekerja berpindah-pindah, namun terakhir menetap di Lampung. Kami tujuh bersaudara dengan 4 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Impian ayah kami adalah agar semua anaknya bisa melajutkan sekolah setinggi-tingginya bukan seperti orang tuanya.

Di tahun 1994 di terima sebagai CPNS di lingkungan departemen Pendidikan Dan Kebudayaan dengan bertugas di MAN Wonokromo sebagai guru DPk. Dalam perkembangan kepegawaian yang terus bergulir, selalu berupaya memberikan yang terbaik untuk Madrasah tercinta, khususnya di pengembangan kurikulum, pembinaan prestasi akademik siswa yaitu OSN (Olimpiade Sains Nasional) dan KSM(kompetisi Sains Madrasah) serta kompetisi sejenis MAN 3  Bantul, mengantarkan siswa  di OSN propinsi dan KSM propinsi bahkan nasional tahun 2018 serta membantu upaya  peningkatan kompetensi guru.

Di bidang Organisasi Sejak tahun 1999 aktif sebagai salah satu pengurus MGMP Fisika SMA/MA Kabupaten Bantul yaitu mengelola keuangan, pelaporan block grand. Kemudian di tahun 2010 hingga tahun 2016 mendarmabaktikan seluruh kemampuan untuk ikut berkontribusi membangun MGMP Fisika MA Propinsi DI Yogyakarta.

Di Bidang Sosial sebagai salah satu pengurus  organisasi di tingkat desa dan berperan aktif di bidang kesehatan. Di Tahun 2006 Maju sebagai peserta keluarga Sakinah tingkat kabupaten dengan predikat juara ke dua

Di bidang pengembangan diri Tahun 2014 lulus pada program pasca sarjana prodi Pendidikan Fisika di universityas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta 




Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)