MENERANGKAN
FISIKA SISWA TUNA NETRA DENGAN HATI
Siti
Zubaidah
Tahun 2004 sampai sekarang saya mengajar di MAN 2
Sleman yang terkenal dengan MAN Inklusi, di mana ada siswanya yang berkebutuhan
khusus (ABK, yaitu tuna netra, tuna daksa, tuna rungu) terutama siswa Tuna
Netra, walaupun pernah juga menerima siswa yang Tuna Daksa. Menjadi MAN Inklusi
karena memang dulunya siswanya khusus Tuna Netra, tetapi seiring perkembangan
kebijakan dari Menteri Pendidikan bahwa setiap sekolah tidak boleh menolak
siswa yang berkebutuhan khusus, sehingga lama kelamaan jumlah siswa ABK berkurang,
yang dahulu mayoritas sekarang menjadi minoritas.
Untuk
kelas, kami tidak membedakan antara siswa awas (siswa normal) dan siswa ABK,
karena mereka dicampur dalam satu kelas, cara mengajarnya sama tetapi
pelayanannya berbeda, waktu pertama kali mengajar belum bisa diterapkan metode
tutor sebaya, karena saya sendiri selama 27 tahun mengajar baru pertama kali
ada tuna netranya, sementara siswa sendiri juga harus bersosialisasi, menyesuaikan
diri, memahami siswa satu dengan siswa yang lain, terutama siswa awas dengan
siswa ABK.
Bisa
jadi sesuatu yang baru bagi siswa awas atau sebaliknya, begitu juga dengan saya
waktu itu merupakan hal baru juga, mulailah saat itu tahun 2004 saya menjadi
guru fisika siswa awas dan siswa ABK sekaligus dalam satu kelas, untuk basik ilmu
mengajar siswa ABK belum tahu sama sekali, belajar sambil mengajar, dan tentunya banyak belajar dari guru-guru
yang sudah berpengalaman serta guru pendamping tuna netra ( hanya satu minggu
1x hadir, memang sangat kurang efektif di samping itu harus mendampingi kurang
lebih 22 siswa tuna netra ).
Untuk
melayani dua macam siswa yang beda secara fisik dan juga mental memang butuh
kesabaran ekstra di tambah lagi dengan karakter yang berbeda-beda merupakan
tantangan tersendiri, dari sekian siswa TN (tuna netra) yang kami ajar mulai
tahun 2004 sampai tahun 2020 membuat saya semakin bersyukur, ternyata mental
siswa TN tidak kalah dengan siswa awas, bahkan mereka justru banyak
kelebihannya, di antara adalah semangatnya, daya ingatnya yang kuat, hafalannya,
kemandiriannya, mentalnya tidak mudah tersinggung, kelebihan dalam bidang seni,
maupun olah raga, sama seperti siswa awas banyak juga yang mempunyai prestasi
terutama di bidang non akademik.
Dalam
pembelajaran di dalam kelas siswa TN harus didampingi dengan siswa awas,
awalnya memang agak susah untuk mengabungkan dan menyadarkan mereka, karena
memang hal yang baru bagi mereka, butuh proses, tetapi dengan terus memberi
pengertian kepada siswa yang awas akhirnya mereka bersedia disetiap pembelajaran
dengan di jadwal agar semua bisa merasakan untuk mendampingi. Ada juga beberapa
siswa yang dengan kesadaran sendiri selalu mendampingi tanpa di minta.
Siswa
TN tidak pernah meminta tolong kepada siswa awas, mereka cenderung diam
menunggu respon guru atau temennya, jika tidak ada yang mendampingi sementara
materi kurang menarik maka akan ngantuk, nah dari sinilah tantangan saya
sebagai guru fisika untuk menarik dalam pembelajaran apalagi jika
waktu-waktunya ngatuk.
Beberapa
tahun yang lalu untuk masuk madrasah belum penjurusan, sehinga semua siswa di jenjang
klas X mendapat materi pelajaran fisika,
sementara setiap klas ada siswa TN dengan jumlah per kelas yang berbeda beda.
Materi
di klas X semester gasal adalah besaran dan satuan serta pengukuran, pertama
kali mengajar siswa TN bingung juga bagaimana cara menerangkan tentang alat
ukur berupa mistar, mikrometer skrup dan jangka sorong serta stop watch. Untuk
siswa awas tidak ada masalah karena sewaktu SMP/MTs sudah pernah mendapat
materi tersebut. Dengan sedikit diskusi dengan siswa TN bagaimana cara
menerangkan, akhirnya alat tersebut saya rabakan ke tangannya dengan memberi
keterangan alat ini namanya jangka sorong
yang ini skala nonius skala geser, cara menaruh benda yang di ukur di
sini dan lain sebagainya begitu juga
dengan alat mikrometer skrup , ketika saya menerangkan saya mengajak
beberapa siswa awas, sehingga siswa awas
bisa mengamati, memperhatikan sehingga bisa
menerangkan ke siswa TN yang lain, selain itu juga bisa menerangkan ke
temen lain sesama awas, ketika saya merabakan benda ke siswa TN maka mereka
otomatis bisa membayangkan alat ukurnya dan juga masuk ke memorinya, begitulah
kami menerangkan dengan cara seperti itu dari kelas-kelas. Tetapi beda lagi
saya menerangkan jika karakter materi juga berbeda, misal materi vektor maka
untuk menerangkan gambarnya, bagaimana menguraikannya, menjumlahkannya serta
mengurangkannya maka saya
menggambarkannya di punggung tangan,
jika kurang besar maka di punggung badan, itupun setelah putar otak bagaimana
cara menerangkan biar siswa TN bisa paham, siswa TN yang masih klas X cenderung pasif serta
pendiam, jika di minta pendapatnya mereka belum bisa berkomentar.
Kemampuan
siswa awas dan juga siswa TN satu dengan yang lain berbeda beda, ada yang satu
kali di terangkan paham ada juga yang berkali kali baru paham, alhamdulillah
akhirnya bisa paham.
Dengan
metode seperti itulah saya mengajarkan fisika dengan siswa tuna netra yang
melibatkan siswa awas sehingga semuanya
aktif, penuh kesabaran semoga siswa
tuna netra selalu paham, aamiin ya robbal ‘alamin.
Penulis
Siti Zubaidah nama saya, kata ortuku aku lahir pada malam 17 Romadhan malam Lailatul Qodar di Boyolali 18 Desember 1967.
Saat
ini saya ngajar di MAN 2 Sleman mata pelajaran FISIKA sejak tahun 2004 s/d
sekarang, yang sebelumnya ngajar di MAN 1 Sleman dulunya MAN Godean, mulai th
1997 s/d 2004. Tahun 1993 s/d 1997 ngajar di MAN 1 BOYOLALI. Jadi sudah
mengalami mutasi dua kali, sampai pensiun semoga tidak mutasi lagi he he he Saat ini saya bertempat tinggal di Jalan
Nusa Indah nomor 58, Condong Catur Depok, tepatnya di sebalah barat Universitas
AMIKOM