KETIKA CINTA ITU DATANG

0

 KETIKA CINTA ITU DATANG

Khoiriyatun

 

Lahir dari sebuah keluarga sederhana, saya tidak pernah berani bermimpi bisa kuliah, apalagi menjadi seorang guru. Namun ternyata saya bisa kuliah dan sekarang menjadi guru fisika, mata pelajaran yang konon katanya membuat siswanya takut, entah takut pada sulitnya mata pelajaran ataukah takut pada gurunya yang “galak”. Perjalanan saya menemukan cinta kepada fisika bagaikan romantika film India, di mana tokohnya saling benci di awal cerita tapi menjadi pasangan mesra di akhir cerita.

Di bangku sekolah dasar, tentu belum mengenal yang namanya fisika. Saya tidak tahu bahwa menghitung kuat arus, tegangan, dan hambatan adalah bagian dari fisika. Saya hanya ingat bahwa kala itu, ketika ada mahasiswa KKN saya senang sekali diajak belajar tentang rangkaian batu baterai dengan lampu-lampu kecil. Selain itu, karena saya memiliki kemampuan berhitung di atas rata-rata teman yang lain maka saya sangat mencintai ilmu hitung dan sangat menikmati semua mata pelajaran yang di dalamnya ada angka-angka.

Selama 3 tahun di MTs saya sangat tidak suka dengan fisika. Pelajaran Fisika sama sekali tidak menarik bagi saya. Materi pelajarannya tidak menarik, di tambah gurunya sering marah-marah. Nilai 100 di mata pelajaran matematika tidak mampu membuat saya tertarik dengan fisika. Bahkan ketika Ebtanas nilai fisika saya sangat mengecewakan.

Selepas MTs saya melanjutkan ke Madrasah Aliyah. Kelas 1 saya lalui tetap dengan kesan “benci” dengan fisika. Guru yang mismatch benar-benar membuat fisika menjadi pelajaran yang menyebalkan bagi saya waktu itu. Bagaimana tidak, pelajaran fisika hanya selalu diisi dengan kegiatan “Dikte”. Berbekal rasa tidak ingin lagi bertemu fisika, naik kelas 2 saya ingin memilih jurusan agama. Namun saya tertantang oleh ucapan salah seorang kakak kelas bahwa seharusnya berani memilih sesuatu yang berbeda, yang sama sekali tidak saya sukai. Akhirnya terdamparlah saya di jurusan Fisika.

Sudah di kelas fisika, saya masih saya tidak tertarik dengan fisika. Sekali lagi, masih karena guru yang mismatch. Materi tentang resultan gaya, sudah membuat saya pusing kepala. Papan tulis isinya hanya gambar tanda anak panah yang simpang siur dan tumpang tindih. Saya sama sekali tidak tahu maksud gambar yang dibuat. Masih ditambah lagi dengan uraian rumus yang memenuhi papan tulis. Betapa fisika sangat tidak menyenangkan.

Kondisi mulai berubah ketika saya naik kelas 3. Walaupun masih tetap dengan guru yang mismatch, namun pernah beliau mendapat mata kuliah minor pendidikan fisika, dan memang beliau ini guru yang sangat cerdas dan inspiratif. Selain itu strategi yang beliau terapkan memaksa saya untuk setiap hari bergelut dengan fisika sehingga perlahan saya mulai menikmati belajar fisika. Bahkan saya mampu mengikuti Ebtanas dengan optimal tanpa belajar karena sakit.

Lulus Madrasah Aliyah saya ditantang guru fisika saya tersebut untuk menaklukkan UMPTN. Saya katakan bahwa saya sama sekali tidak punya niat melanjutkan ke perguruan tinggi. Tetapi kata beliau, beliau hanya ingin membuktikan bahwa lulusan madrasah mampu bersaing dengan lulusan SMA dalam memperebutkan bangku PTN yang pendaftarnya puluhan ribu, oleh karena yang penting lolos, saya asal pilih saja ketika mendaftar. Saya memilih jurusan Pendidikan Fisika bukan karena senang dengan fisika, tetapi hanya menggunakan teori peluang saja. Berdasar buku panduan UMPTN waktu itu, peluang untuk diterima di jurusan ini 50 : 200. Artinya saya hanya punya tugas mengalahkan 3 orang.

Strategi saya berhasil, saya menjadi satu-satunya yang lolos UMPTN di madrasah  dan di desa saya. Waktu itu, bisa lolos UMPTN adalah prestasi hebat bagi orang kampung. Walaupun sudah dinyatakan lolos seleksi, saya biasa-biasa saja. Saya sama sekali tidak berharap bisa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melanjutkan   studi karena waktu itu bapak saya dalam keadaan stroke dan ibu saya otomatis tidak punya pekerjaan karena fokus merawat Bapak.

Namun ternyata ketika Allah berkehendak, maka tak ada yang tidak mungkin. Simbok saya mengatakan bahwa kursi PTN diperebutkan oleh puluhan ribu orang. Bagaimana mungkin saya yang jelas-jelas sudah mendapatkan kursi mau dilepaskan begitu saja. Kata Simbok Allah itu kaya, jadi tidak usah khawatir tidak bisa bayar kuliah. Nanti kalau saatnya membayar pasti ada rejeki.

Sejak saat itulah saya benar-benar telah terdampar ke dunia fisika, dunia yang pada awalnya sama sekali tidak menarik bagi saya dan bahkan nyaris saya benci. Semakin hari rasa cinta kepada fisika semakin kuat. Berbekal pengalaman saya ketika menjadi siswa, setiap masuk kelas yang saya pikirkan adalah bagaimana caranya siswa saya jatuh cinta kepada fisika walaupun mereka tidak pintar fisika.



Penulis

Khoiriyatun, S.Pd., M.Sc. adalah seorang Kepala Madrasah pada MAN 2 Kulon Progo. Lulus MAN Wates 2 tahun 1994, wanita kelahiran Kulon Progo 19 Pebruari 1976 ini berhasil menyelesaikan S1 Pendidikan UNY pada tahun 1999. Dia memulai pekerjaan sebagai guru Fisika pada MAN 2 Wates yang sekarang menjadi MAN 2 Kulon Progo sejak Juli 2002. Melalui program beasiswa  dari Kementerian Agama, Pendidikan S2 Ilmu Fisika UGM berhasil  diselesaikan tahun 2007-2009.

Didikan ayahnya yang keras dan menjadi yatim sejak 1995, anak ketiga  dari tujuh bersaudara ini  menjadi sosok yang mandiri dan selalu optimis. Bulan November 2016 dia mengemban amanah baru sebagai Kepala Madrasah di MAN 1 Kulon Progo, dan Januari 2020 mutasi ke MAN 2 Kulon Progo dengan jabatan yang sama. Dan 2021  dengan jabatan yang sama pula di mutasi ke MAN 1 Bantul.








Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)