How?
Eva Rusdamayanti
Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya sampai menjadi guru fisika. Namun sebelumnya perkenalkan dulu, nama saya Eva Rusdamayanti, saya biasa dipanggil bu Eva. Tempat tanggal lahir saya di Lampung Selatan tanggal 13 Maret 1981. Saya lahir dan dibesarkan di Lampung hingga MTS (Madrasah Tsanawiyah), kemudian saya melanjutkan sekolah di Jogjakarta untuk jenjang MA (Madrasah Aliyah) dan kuliah. Dan saat ini saya menetap di Jogjakarta, tepatnya di kabupaten Sleman.
Dulu waktu masih duduk dibangku Aliyah, saya tidak terpikir untuk ambil
jurusan IPA, karena memang pada waktu itu Madrasah Aliyah saya belum memiliki
jurusan IPA. Namun ketika saya naik kelas 2 atau kelas XI Madrasah baru membuka
jurusan IPA, pada saat itulah saya mulai tertarik untuk belajar ilmu
pengetahuan alam khususnya kimia. Ya, dulu saya lebih cenderung suka pelajaran
kimia dibandingkan fisika, bahkan nilai ujian akhir saya antara nilai kimia saya
lebih besar dari nilai fisika saya. Mungkin sebenarnya perlu dicari kenapa
lebih suka kimia dari pada fisika, tapi kali ini saya tidak ingin membahas itu,
karena pada akhirnya masalah suka dan realita kadang tidak sama, seperti halnya
kehidupan.
Semasa kuliah saya mengambil jurusan
tadris(pendidikan) fisika di IAIN Sunan Kalijaga yang sekarang sudah berubah
namanya menjadi UIN Sunan Kalijaga. Pada awalnya IAIN belum memiliki jurusan
yang lebih spesifik, seperti saat ini, karena
waktu itu masih masa transisi , maka jurusan
yang saya ambil waktu pertama kali mendaftar adalah,tadris MIPA. Kemudian pada semester tiga mulai IAIN
membuka program studi baru dari tadris MIPA kemudian dipecah menjadi empat
program studi, yaitu kimia, fisika, biologi dan matematika. Dari ke empat
pilihan tersebut kami diminta untuk memilih salah satu. Awalnya saya bingung
mau memilih program studi apa, setelah melihat animo teman-teman satu angkatan
pada banyak yang memilih selain fisika, maka saat itu saya putuskan untuk
memilih fisika.
Awal-awal kuliah saya baru menikmati
masa-masa kebebasan berekspresi, maklum dulu saya Aliyahnya disebuah pondok
pesantren sehingga saya merasa ada banyak hal yang saya lewatkan. Baru mulai
semester tiga, saat bersamaan dengan program studi yang saya pilih, saya mulai
agak (karena saya juga aktif diorganisasi) konsentrasi kuliah. Jurusan yang
saya ambil, fisika, ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Mata
pelajarannya banyak dan praktikumnya
super rumit. Kenapa begitu, karena waktu itu IAIN belum punya laboratorium
sendiri, sehingga kami harus ikut praktikum di UNY Jogjakarta yang sangat menyita waktu dan
tenaga.
Saat kuliah, saya punya kesempatan
untuk jadi guru privat, tepatnya saat saya semester lima, waktu itu saya sudah
merasa percaya diri untuk bisa menularkan ilmu saya. Namun ternyata, menjadi
guru privat tidaklah semudah yang saya bayangkan. Pernah suatu saat saya dapat
siswa SMA favorite, ternyata dia selalu mempunyai soal-soal yang sangat susah,
akhirnya saya tertantang untuk belajar fisika lebih mendasar lagi secara
otodidak, karena materi fisika diperkuliahan sangat jauh berbeda dengan fisika
di tingkat SMA dan sederajatnya.
Pengalaman inilah yang memudahkan saya ketika disemester enam, saat saya
harus menjalani Praktek Pembelajaran Lapangan (PPL).
Sarjana S1 satu saya tempuh dalam
waktu empat tahun, waktu yang saat itu dibilang paling cepat diantara
teman-teman saya. Motivasi saya waktu itu untuk segera lulus adalah faktor
ekonomi dan keinginan saya untuk bisa ambil S2 dengan beasiswa. Dan yang paling
saya tunggu-tunggu adalah, saya ingin segera mengajar di kelas sungguhan,
dengan julukan bu guru, bukan lagi mbak PPl atau mbak privat. Tapi ternyata itu
semua tidak seperti yang saya inginkan, karena waktu itu saya terlambat mendaftar
beasiswa S2, sehingga saya harus menunggu tahun berikutnya. Untuk mengisi
kekosongan waktu saya sembari mencari sekolah atau madrasah yang mau menerima saya. Namun
belum ada jawaban dari lamaran saya, maka saya memutuskan untuk ikut kakak
tingkat saya kursus bahasa inggris di Pare. Karena pada saat itu untuk
mendapatkan beasiswa S2 TOEFL sangat menentukan, selain kemampuan akademik.
Setelah enam bulan kursus bahasa
inggris dan ada bukaan S2 beasiswa UNY Jogjakarta, maka saya mulai mendaftar.
Alhamdulillah, apa yang saya inginkan terwujud. Saya akhirnya bisa menjadi
mahasiswa pasca sarjana UNY Jogjakarta di tahun 2004, program studi yang saya
ambil waktu itu Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP), karena waktu itu UNY
Jogjakarta belum ada S2 fisika. Supaya saya tidak melupakan pelajaran fisika,
maka sembari kuliah S2 saya tetap melanjutkan menjadi guru privat.
Pada tahun 2006, tepatnya semester
akhir S2, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti tes CPNS. Waktu itu saya
didaftarkan oleh kakak saya di Lampung, karena menurut kakak saya peluang
lolosnya lebih banyak. Sayapun tak melewatkan kesempatan itu, karena ini
pertama kalinya saya daftar CPNS, maka saya akan membuktikan apakah saya sudah
benar-beanar mampu untuk masuk kedunia kerja yang sesungguhnya. Sungguh diluar
prediksi saya, teryata saya langsung ditrima, padahal waktu itu saya sedang
deadline menyelesaikan tesis saya, karena kalau tidak selesai dalam empat
semester, maka beasiswa saya ditarik dan saya harus menanggung biaya sendiri.
Tapi itu semua akhirnya bisa saya lalui semua dengan bantuan kepala sekolah
saya yang memberi ijin saya untuk menyelesaikan tesis sesuai waktu yang
ditentukan.
Tahun ajaran 2007/2008 adalah awal
saya menjadi guru yang sesungguhnya, seperti
yang saya cita-citakan, saya mengajar di SMAN 1 Bangunrejo, Lampung Tengah. Ini
awal yang benar-benar baru bagi saya, walaupun sebelumnya saya pernah mengajar
waktu PPL maupun saat saya menjadi guru privat. Banyak hal yang berbeda,
misalnya kalau dari siswa, ternyata animo siswa terhadap pelajaran fisika
sangat sedikit. Hal ini tampak sekali saat diberi tugas banyak yang masih lemah
dalam hal hitungan. Kalau dari sekoalah, ternyata guru itu banyak sekali beban
administrasinya, membuat
Rencana Program Pembelajaran (RPP), silabus dan lain sebagainya, serta tetap
harus menguasai materi fisika itu sendiri. Berbeda sekali saat saya menjadi
guru privat. Siswa yang saya les, rata-rata animonya luar biasa terhadap
fisika. Persiapan mengajar saya cukup menguasai materi, beban administrasi sama
sekali tidak ada, sehingga saya fokus dalam memberi materi dan soal.
Dua tahun pertama saya mengajar,
merupakan awal belajar saya beradaptasi dengan semua yang ada dilingkungan
sekolah. Saat saya mulai menemui solusidalam mengajar fisika, saya harus pindah
ke jogjakarta, karena saya harus ikut suami. Di Jogjakarta saya mengajar
disebuah pondok pesantren hingga saat ini, tapi bukan berarti saya mengajar
ilmu agama, tapi tetap saya mengajar fisika. Dengan bekal pengalaman
sebelumnya, saya merasa cukup percaya diri untuk mengajar fisika, apalagi kota
ini memiliki siswa yang jauh lebih hebat dibanding di kota awal saya mengajar.
Namun ternyata itu tidak seperti yang saya bayangkan, di sini siswa masih
menganggap pelajaran fisika itu pelajarn kedua atau kesekian, karena mereka
ternyata memiliki tujuan selama belajar di pondok pesantren, maka ilmu agamalah
yang wajib mereka kuasai. Dan hasilnya, saya harus mencari solusi lain yang
sangat berbeda dari solusi yang pernah saya dapatkan dulu.
Ternyata istilah mengajar itu
belajar, itu memang betul sekali, dan saya mengalaminya. Semoga memang tidak
ada kata berhenti untuk belajar, karena kita tidak pernah tahu seperti apa
medan dan situasi saat kita mengajar dan siapa yang kiata ajar. Semoga tulisan
ini bermanfaat untuk saya pribadi untuk selalu meningkatkan kemampuan diri
sendiri. Dan semoga yang sedang duduk dibangku SMA sederajat untuk
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, terutama fisika, karena ilmunya sangat
menantang. Bagi teman-teman yang masih bingung mencari jurusan kuliah, semoga
kisah ini menginspirasi. Terimakasih saya sampaikan teruntuk guru-guru saya,
para dosen yang sudah banyak membimbing saya dan para guru sebagai rekan kerja
saya yang banyak memberikan pencerahan.
Sekian
...
Penulis
Eva Rusdamayanti, saya biasa dipanggil bu Eva. Tempat tanggal lahir saya di Lampung Selatan tanggal 13 Maret 1981. Saya lahir dan dibesarkan di Lampung hingga MTs (Madrasah Tsanawiyah), kemudian saya melanjutkan sekolah di Jogjakarta untuk jenjang MA (Madrasah Aliyah) dan kuliah. Dan saat ini saya menetap di Yogyakarta, tepatnya di kabupaten Sleman.