BAHAN KAJIAN (OBJEK) SAINS (BAG 4)

4

 BAHAN KAJIAN (OBJEK) SAINS 

Oleh : Arif Alfatah, S.Pd.Si.,M.Sc.

Guru Fisika MA Mua'allimin Muhammadiyah Yogyakarta


Menutup pembahasan kajian (objek) sains, setelah sebelumnya membahas objek sains dari sisi unsur penyusunnya, sifatnya, dan prosesnya, sekarang akan kita paparkan bahasan singkat objek sains dari sisi ukurannya. Juga, menampilkan sekilas bukti "kecerdasan" alam semesta yang ternyata bukan sebuah mesin raksasa (mati) sebagaimana sangkaan pandangan mekanisme.

Sains (fisika) klasik yang diajarkan hampir ke seluruh penjuru dunia didasarkan pada pandangan utama bahwa objek sains bersifat material (materialisme) dan prosesnya seperti mesin raksasa (mekanisme). Sehingga kajian (objek) material sains terbatas pada hal-hal yang bisa diindera dan memiliki ukuran. 

OBJEK SAINS DARI SISI UKURAN

Objek material sains dilihat dari sisi ukurannya bisa dibedakan dalam beberapa segi, yaitu; volumenya, kelajuannya, dan wujud (fase) zatnya.

Dari segi ukuran volumenya, objek sains beragam mulai dari yang sangat kecil semisal partikel-partikel dasar (elektron, proton, positron, neutrino, meson, muon, kaon, pion, gluon, fermion, boson, dll) hingga yang sangat besar semisal alam raya (planet, asteroid, bintang, tatasurya, galaksi). Skala sistem kecil dikenal dengan sebutan mikrokosmos sedangkan untuk sistem besar disebut makrokosmos.

Dari segi ukuran kelajuannya, objek sains memiliki rentang kelajuan yang sangat panjang. Dimulai dari yang diam (seperti rumah & bangunan), berkelajuan rendah (orang berjalan), berkelajuan sedang (motor, mobil), berkelajuan tinggi (pesawat terbang, bunyi), dan sangat tinggi (partikel elementer), bahkan hingga yang memiliki kelajuan mendekati/sama dengan kelajuan cahaya.

Dari segi ukuran bentuk wujud (fase) zatnya, objek sains dapat berwujud padat, cair, gas, plasma, dan superfluida. Wujud plasma merupakan fase zat pada temperatur yang sangat tinggi, sedangkan superfluida merupakan fase zat pada temperatur yang sangat rendah yaitu sekitar suhu nol kelvin.

BENARKAH ALAM SEMESTA ITU BENDA MATI SEPERTI MESIN?

Seiring perjalanan waktu, jangkauan kajian objek sains (fisika) klasik bentangannya semakin luas dan beragam. Hukum-hukum fisika klasik akhirnya mengalami kegagalan dalam memberikan penjelasan atas fenomena alam semesta. Kegagalan tersebut melahirkan gagasan radikal yang di motori oleh Max Planck untuk selanjutnya gagasan tersebut dikenal dengan teori kuantum.

Pandangan dunia kuantum bagi para saintis membawa mereka pada gagasan-gagasan yang semakin luas dan menakjubkan. Juga, tentu saja diikuti percepatan kemajuan dunia teknologi dan informasi yang akhirnya menggeser pandangan klasik tentang alam semesta. Alam semesta yang selama ini dipandang sebagai mesin raksasa benda mati (mekanisme) dan tidak memiliki “kecerdasan” akhirnya mulai disadari sebagai sebuah pandangan yang perlu dipertimbangkan kembali.

Salah satu ilmuwan kuantum yang mendapatkan kenyataan di atas adalah Werner Heisenberg dengan prinsip ketidakpastian Heisenbergnya. Beliau berusaha menentukan sifat-sifat dari sub-atomik. Dua peubah yang ditentukan dalam menentukan sifat ini adalah kedudukan partikel (x) dan momentumnya (p). Hubungan persamaan ketidakpasitan Heisenberg dinyatakan sebagai: 

∆x. ∆p ≥ h / 4π

dengan:

∆x = ketidakpastian posisi

∆p = ketidakpastian momentum

h = konstanta Planck

Persaman tersebut menyatakan bahwa tidak ada satu percobaan yang dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga memberikan ketidakpastian di bawah h/4π, artinya bahwa dalam penentuan sub-atomik selalu terdapat ketidakpastian. 

Lebih lanjut, prinsip ini memberikan kita informasi bahwa manusia hanya dapat mengamati secara teliti separuh dari kenyataan keadaan fisik suatu sistem. Semakin teliti kita ingin mengukur posisi suatu partikel, maka pengukuran momentum (kecepatan)nya menjadi kabur. Sebaliknya, semakin teliti kita mengukur momentum (kecepatan) suatu partikel, maka pengukuran posisinya menjadi kabur. Akibatnya sub-atomik tidak bisa dilepaskan dari kesadaran pengamatnya. 

Ketidakpastian ini menurut Heisenberg, bukan disebabkan ketidakmampuan manusia atau keterbatasan alat, tetapi merupakan sifat yang melekat pada alam semesta. Alam pada tingkat sub-atomik seakan mengelak untuk diketahui manusia. Mereka ternyata memiliki “kecerdasan” yang menunjukkan bukan sebuah mesin benda mati. Sebagaimana manusia yang tentu saja tidak akan memberikan semua detail informasi tentang dirinya sendiri ketika orang lain ingin mengetahuinya.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman;

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Alloh dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun”. (QS. Al Isro’: 44)

“Tidaklah kamu tahu bahwasanya Alloh: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”. (QS. An Nur: 41)

==================================


Posting Komentar

4Komentar
  1. Banyak ilmu baru saya dapatkan di sini, terima kasih artikel-artikelnya, semoga sukses MGMPFISMADY, Yogyakarta.
    Sebagai kembali kasih, saya sharing satu template bagus di sini jika berkenan: Template Edu

    Terima kasih dan salam hangat dari saya:

    DW Jakarta

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah berkunjung, semoga bisa mengambil manfaat dari artikel kami.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Terima kasih, atas templatenya. semoga sukses

      Hapus
Posting Komentar