BAHAN KAJIAN (OBJEK) SAINS (BAG 3)

0

BAHAN KAJIAN (OBJEK) SAINS

Oleh : Arif Alfatah, S.Pd.Si.,M.Sc.

Guru Fisika MA Mua'allimin Muhammadiyah Yogyakarta


Bagian ketiga dari pembahasan objek sains setelah sebelumnya membahas sisi unsur penyusun dan sisi sifatnya adalah membahas dengan singkat objek sains dari sisi prosesnya. Bagaimana saintis memandang alam semesta ini dari sisi prosesnya?

PANDANGAN MESIN RAKSASA (MEKANISME)

Sebelum era digital seperti sekarang ini, kemajuan teknologi dunia diwakili oleh mesin-mesin mekanik. Para saintis pun cara pandangnya terwarnai oleh pola pikir yang serba mekanik seperti kerja mesin, termasuk dalam memandang alam semesta.

Mekanisme memandang bahwa proses di alam semesta ini bagaikan sebuah mesin raksasa, dimana semua gejala alam bersifat fisik dan dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip yang dapat digunakan untuk menjelaskan mesin-mesin tanpa bantuan kecerdasan sebagai suatu sebab. Alam dipandang sebagai benda mati dan bekerja seperti mesin-mesin mekanik yang sudah berjalan otomatis dengan serangkaian hukum-hukum mekanik yang orang menyebutnya sebagai hukum alam.

Alam semesta dipandang sebagai mesin yang sudah diciptakan lengkap dengan seperangkat hukum kerjanya oleh Pencipta mesin (Tuhan). Bagaimana dengan peran Tuhan terhadap alam semesta? Mekanisme memandang bahwa setelah Tuhan menciptakan mesin alam semesta, maka Tuhan hanya melihat dari kejauhan alam semesta berjalan dengan sendirinya, sedangkan Tuhan sudah tidak lagi berperan terhadap seluruh gejala fenomena alam semesta, alias Tuhan telah dipensiunkan (Deisme).  

Sehingga, menurut pandangan mekanisme seluruh fenomena di alam ini sudah baku (pasti) mekanismenya, semua peristiwa alam bisa dijelaskan dengan mekanisme hukum alam yang jelas. Hukum alam yang dimaksud intisarinya adalah adanya sebab-akibat (kausalitas), jika suatu fenomena alam tidak bisa dijelaskan sebab-akibatnya maka dianggap tidak mungkin alias tidak ilmiah. Maka bagi mekanisme, susah untuk menerima tentang adanya mukjizat para Nabi dan karomah para wali, karena menurut mereka hal tersebut tidak mungkin terjadi dengan alasan menyalahi hukum alam (sebab-akibat).

Dari sini kita bisa simpulkan sementara bahwa, ketika kita mengkaji sains lebih mendalam maka tidak akan lepas dari menyinggung bahasan akidah dan Ketuhanan, karena objek sains yang dikaji adalam alam semesta yang merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan, dalam tingkat tertentu belajar sains (fisika) itu mirip belajar akidah terkait kebijakan Tuhan di alam semesta, dan para saintis secara tidak langsung boleh dikata sebagai juru bicara Tuhan.

PANDANGAN ELAN VITAL (VITALISME)

Pandangan vitalisme secara garis besar memandang bahwa proses-proses di alam semesta dengan segala fenomenanya ini sebagai sebuah dunia materi yang disokong oleh dunia kehidupan di luar materi yang disebut elan vital. Elan vital dikonsepkan sebagai sebuah energi vital (daya hidup) yang sering disamakan dengan keberadaan jiwa.

Bagi vitalisme, dunia kehidupan (jiwa) berbeda dengan dunia materi dan tidak sepenuhnya bisa dijelaskan secara fisika, kimiawi, maupun biologis. Elan vital merupakan sumber dari sebab-sebab kerja alam semesta dan fenomena perkembangannya.

Dalam dunia medis contohnya, orang yang sakit itu dijelaskan karena adanya ketidakseimbangan dalam energi vitalnya. Jadi, penyakit merupakan hasil dari ketidakseimbangan energi vital yang dapat menyebabkan masalah di antara hal-hal hidup (jiwa) dan tak hidup (materi). Pada tradisi barat, kekuatan vital ini berkaitan dengan watak dan hati sedangkan tradisi timur menyebutnya dengan kekuatan qi dan prana.

PANDANGAN TUJUAN AGUNG (TELEOLOGI)

Teleologi memandang bahwa segala proses kejadian dan fenomena di alam semesta diciptakan memiliki tujuan tertentu. Semua kejadian yang kita alami dan rasakan maupun lakukan pada akhirnya akan memiliki keterkaitan dengan suatu kejadian yang akan datang, termasuk kejadian di alam semesta.

Alam semesta diciptakan dengan keteraturan, rancangan, kecenderungan, maksud, arah, sasaran, dan tujuan akhir yang sudah digariskan sebagai sebuah “kebijaksanaan objektif” di luar manusia. Manusia hendaknya mencari pola-pola keteraturan alam semesta ini untuk dimanfaatkan dalam kehidupan (teknologi) dan meniatkan segala daya upaya pengkajian alam semesta tersebut sebagai sebuah pertanggungjawaban atas tujuan keberadaannya.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman;

"Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan, dan orang-orang yang ingkar berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka" (QS. Al Ahqof: 3)

"Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui" (QS. Ad Dukhoon: 38-39)

==================================


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)